YOGYAKARTA – Hampir dua tahun sejak gempa bumi yang mengguncang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 27 Mei 2006 lalu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sudah menerima pengaduan soal pemotongan dana rekonstruksi (dakon) milik warga korban gempa bumi, sebanyak 22 kasus. Adapun besaran potongannya adalah berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp 7 juta.

“Ada kasus dimana potongan dakon itu sudah dikembalikan ke warga,” ujar staf LBH Yogyakarta, Sukiratnasari (Kiki) kepada mediacenter-ajiyogya di Kantor LBH Yogyakarta awal Maret lalu. Yang dikembalikan ini adalah milik Mujiyah, warga Mojosari, Pleret, Kabupaten Bantu. Kasus ini juga mendapat advokasi dari IDEA Yogyakarta.

Sedangkan sebagian besar, laporan dari warga itu diteruskan ke pihak kepolisian. Namun belum ada yang dibawa ke meja hijau. “Semuanya masih dalam proses pemanggilan, belum ada yang P21,” tambah Kiki.

Kasus pemotongan dakon yang diterima LBH Yogyakarta ini berasal dari Kabupaten Gunungkidul, Bantul, Sleman dan Kota Yogyakarta. Menurut Kiki, dari kasus-kasus yang ditangani LBH Yogyakarta, yang paling parah terjadi di wilayah Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya di Dusun Suru Lor, Kecamatan Gedangsari. Banyak warga korban gempa bumi yang sudah diverifikasi ternyata tidak mendapat bantuan.

Dari investigasi LBH Yogyakarta, paling banyak pelaku pemotongan dakon adalah perangkat desa dan pengurus pokmas. “Tetapi pengurus pokmas itu hanya korban saja (karena mendapat tekanan dari aparat desa),” tandas Kiki.

Karena itu, dalam laporannya ke pihak kepolisian, LBH Yogyakarta hanya melaporkan aktor intelektualnya, yaitu para aparat desa itu. Kiki mengatakan level terendah dari para aparat desa yang dilaporkan itu adalah dukuh.