BANTUL – Kasus pemotongan dana rekonstruksi milik warga korban gempa bumi kembali terjadi di Desa Srimartani, Piyungan, Kabupaten Bantul. Kali ini pemotongan menimpa sekitar 481 KK (Kepala Keluarga) yang terdaftar sebagai penerima dana rekonstruksi susulan. Pemotongan itu dibebankan untuk mengurus pembuatan letter C, pemberkasan, pembuatan IMB dan tali asih desa. Sedangkan para penerima dana rekonstruksi untuk kategori rumah rusak sedang dan ringan diminta menyetor Rp 300 ribu melalui pokmas yang sudah dibentuk untuk itu.
“Besarnya biaya untuk pembuatan letter C sama dengan yang dibebankan kepada para penerima dan rekonstruksi tahap I, yaitu Rp 200 ribu per KK,” ujar Endang Maryani, warga korban gempa bumi yang tinggal di Srimartani itu kepada mediacenter-ajiyogya, Sabtu (18/8). Namun, menurut Endang yang tergabung dalam Masyarakat Transparansi Bantul (MTB) itu pengukuran tanah yang menjadi syarat pembuatan letter C tidak begitu diperhatikan.

Untuk pengurusan IMB (Ijin Mendirikan bangunan), warga dikenakan biaya sebesar Rp.50.000. Padahal Pemerintah Kabupaten Bantul sudah mengeluarkan kebijakan bahwa untuk warga korban gempa biaya IMB digratiskan.

Sedangkan untuk pemberkasan yang dilakukan fasilitator teknis dan sosial, mereka meminta warga membayar sebesar Rp 200.000. Fastek juga meminta warga yang menjadi anggota Pokmas (Kelompok Masyarakat) untuk menandatangani pernyataan bahwa mereka telah menerima dana bantuan rekonstruksi sebesar Rp 15 juta.

Untuk tali asih desa, pemerintah Desa Srimartani meminta sebesar Rp 2 juta per KK dengan alasan untuk kebersamaan. Menurut Endang warga yang tidak mampu dan keberatan tidak perlu membayar. Tetapi dalam kenyataannya semuanya kena pungutan dana tali asih desa ini.

“Menurut informasi warga, ada yang sudah setor dan ada yang belum,” ujar seorang warga Piyungan yang enggan disebutkan namanya. Jika semua warga penerima dana rekonstruksi sususlan di Srimartani yang berjumlah 481 KK itu menyetor dana Rp 2 juta per KK maka total yang diterima Desa Srimartani sebesar Rp 962 juta.

Selain itu warga korba gempa bumi yang menerima bantuan kategori rumah rusak sedang dan ringan juga tidak lepas dari potongan aparat desa. Walaupun belum menerima, mereka telah diminta menyetor uang sebesar Rp 300 ribu melalui pokmas yang dibentuk untuk ini. Ketika Endang melaporkan kasus ini kepada Bupati Bantul Idham Samawi di kantornya Sabtu (18/8), spontan Idham mengatakan,”Ini keterlaluan sekali!”

Menanggapi berbagai informasi ini, Kepala Desa Srimartani, Ruspamudji Nugroho mengatakan kepada mediacenter-ajiyogya, sepengetahuannya biaya pembuatan letter C hanya Rp 100 ribu saja. Sedangkan soal biaya IMB, mungkin dukuh membutuhkan biaya untuk pembelian materai. Padahal sebagai kepala desa yang dalam Petunjuk Opersional Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bertindak sebagai Penanggung Jawab Pelaksanaan (PJP) Ruspamudji mengetahui jika Pemerintah Kabupaten Bantul sudah membebaskan biaya untuk pengurusan IMB.

Melalui telepon selulernya, Ruspamudji juga meolak keras tentang potongan sebesar Rp 2 juta per KK untuk tali asih desa. “Itu tidak ada,” tegasnya. Selanjutnya ia mengatakan tidak ada perintah dari aparat desa untuk melakukan pemotongan atau pungutan terhadap warga yang menerima dana rekonstruksi.

Mengenai adanya perintah untuk menyerahkan uang sebanyak Rp 300 ribu bagi warga yang menerima dan rekonstruksi untuk kategori rumah rusak sedang dan ringan, Ruspamudji lagi-lagi menyangkalnya. “Ini pasti ada yang macam-macam,” ujarnya.

Ruspamudji juga tidak mengetahui jika untuk pokmas susulan, pemberkasan dipungut fastek dan fasos sebesar Rp 50.000. Ia berjanji akan mengonfirmasikan persoalan ini.